Building The Field of Digital Media and Learning: Keterampilan yang Dibutuhkan dalam Budaya Media Baru
Misi pendidikan secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dasar pendidikan adalah untuk memastikan semua siswa mendapat menafaat dari pembelajaran dengan cara yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan publik, komunitas, kreatifitas, dan ekonomi. – New London Group (2000, hlm. 9)
Tahukah kamu permainan The
Sims Online?
Atau tahukah kamu, web publikasi buku
Harry Potter?
Atau tahukah kamu, web browser
yang sering kamu pakai, Firefox?
Atau tahukah kamu, film animasi Awards
Showdown?
Ya, penemu dari semua itu berawal
dari hobi dan hal yang mereka sukai, bukan kegiatan di dalam pelajaran sekolah.
Ashley Richardson,
seorang siswa sekolah menengah ketika dia mencalonkan diri sebagai presiden
Alphaville. Alphaville adalah kota terbesar dalam game multipemain populer, The
Sims Online.
Selain itu, Heather
Lawver yang saat itu berusia 14 tahun. Dia ingin membantu kaum muda lainnya
meningkatkan keterampilan membaca dan menulis mereka. Dia mendirikan publikasi
online dengan staf lebih dari 100 orang di seluruh dunia. Situs web yang dibuat
Lawver adalah surat kabar sekolah untuk Hogwarts fiksi, lokasi untuk buku Harry
Potter yang populer.
Tak hanya itu,
Blake Ross saat berusia 14 tahun, dia dipekerjakan untuk magang musim panas di
Netscape. Pada saat itu, dia telah mengembangkan keterampilan pemrograman
komputer dan menerbitkan situs webnya sendiri. Frustrasi oleh banyak keputusan
perusahaan yang dibuat di Netscape, Ross memutuskan untuk merancang browser
webnya sendiri hingga browser web Firefox lahir. Saat ini, Firefox dinikmati
lebih dari 60 kali lebih banyak pengguna daripada Netscape Navigator.
Tak kalah
hebatnya, Josh Meeter saat akan lulus dari SMA, dia menyelesaikan animasi
claymation untuk Awards Showdown, yang kemudian beredar luas di internet.
Berdasarkan
pengalaman penemuan tersebut, Richardson, Lawver, Ross, dan Meeter merupakan
individu yang dapat menikmati kesuksesan yang luar biasa—bahkan pada usia yang
sangat muda. Mereka adalah politisi, aktivis, pendidik, penulis, pengusaha, dan
pembuat media masa depan. Keterampilan yang mereka peroleh—belajar cara
berkampanye dan memerintah; cara membaca, menulis, mengedit, dan membela
kebebasan sipil; cara memprogram komputer dan menjalankan bisnis; bagaimana
membuat film dan menyebarkannya—adalah jenis keterampilan yang mungkin kita
harapkan akan diajarkan oleh sekolah terbaik kita. Namun, tidak satu pun dari
kegiatan ini diajarkan di sekolah.
Jenkins et al
(2006) mengidentifikasi ketrampilan sosial berkaitan dengan literasi budaya
partisipatif dalam media baru, yaitu:
1) Keterampilan yang berorientasi pada interaksi
dengan dan dalam lingkungan, improvisasi dan eksperimentasi terhadap identitas
seseorang dengan lingkungan sekitarnya;
2) Keterampilan berkaitan dengan kemampuan untuk
mencari, mengakses, mengubah dan mendistribusikan konten;
3) Ketrampilan berkaitan dengan kemampuan untuk
menyimpan, mengolah, dan mengambil informasi – secara individual, dengan
bantuan piranti digital atau dalam sekelompok orang yang mengumpulkan
informasi/pengetahuan untuk mencapai tujuan bersama;
4) Keterampilan berkaitan dengan kemampuan untuk
mengalihkan perhatian di antara beberapa aliran informasi atau mengikuti alur
cerita dari beberapa format media;
5) Keterampilan berkaitan dengan kemampuan untuk
mengolah, menafsirkan dan menampilkan informasi (simulasi dan visualisasi);
6) Keterampilan berkaitan dengan kemampuan untuk
secara kritis mengevaluasi/menilai informasi
Media Baru: Potensi Budaya
Partisipatif
Menurut (Jenkins, 2007), memaparkan bahwa budaya partisipatif adalah
budaya dimana orang-orang (baik sebagai pribadi maupun publik) tidak dapat
bertindak sebagai konsumen saja, tetapi juga menjadi kontributor atau produser
(prosumers).
Budaya
partisipatif yaitu sebuah budaya yang memberikan dukungan sosial dan interaksi,
mendorong dan mempromosikan kegiatan berbagi serta belajar secara informal.
Potensi budaya
partisipatif untuk keterlibatan dan ekspresi kreatif telah diteliti oleh
Jenkins. Budaya partisipatif dianggap potensial karena:
1)
Hambatan untuk ekspresi artistik dan
keterlibatan anggota termasuk relatif rendah;
2)
Adanya dukungan yang kuat untuk menciptakan dan
membagi kreasi dengan orang lain;
3)
Kepercayaan diantara para anggota tentang cara
mereka saling memberi kontribusi;
4)
Adanya tingkat koneksi sosial dengan orang lain
Dalam budaya
partisipatif, konsumen aktif berhubungan dengan partisipan lainnya untuk
merubah lingkungan media. Teknologi baru menjadi alat dalam suatu ‘multimedia
sandbox’ yang memberdayakan konsumen menjadi kreator, artis dan visioner. Adapun
bentuk-bentuk budaya komunikasi partisipatif menurut Jenkins, yaitu:
1) Affiliations - keanggotaan, formal dan
informal, dalam komunitas online yang berpusat pada berbagai bentuk media, (seperti
Friendster, Facebook, papan pesan, metagaming, klan permainan, atau MySpace).
2) Expressions - menghasilkan bentuk kreatif
baru, (seperti pengambilan sampel digital, skinning dan modding, pembuatan
video penggemar, penulisan fiksi penggemar, zine, mash-up).
3) Collaborative Problem Solving - bekerja
sama dalam tim, formal dan informal, untuk menyelesaikan tugas dan
mengembangkan pengetahuan baru (seperti melalui Wikipedia, permainan realitas
alternatif)
4) Circulations - Membentuk aliran media
(seperti podcasting, blogging)
Satu potensi perubahan mengarah pada munculnya budaya partisipatif dalam media baru, yang memungkinkan seseorang atau publik menjadi konsumen sekaligus produsen. Indonesia sebagai negara yang terbuka terhadap perkembangan teknologi dan informasi, seharusnya bisa mengembangkan budaya partisipatif ini. Oleh karenanya budaya partisipatif merupakan suatu kecakapan yang harus dimiliki terutama generasi muda (Murwani, 2012).
Untuk lebih jelasnya, yuk, simak video berikut!
Referensi:
Jenkins, H. (2007). Confronting the challenges of
participatory culture: Media education for the 21st century (Part One). Nordic
Journal of Digital Literacy, 2(01), 23–33.
https://doi.org/10.18261/issn1891-943x-2007-01-03
Murwani, E. (2012). Budaya Partisipatif: Suatu Bentuk
Literasi Media Baru. Seminar Nasional Inovasi Dan Tekhnologi (SNIT)
Proceedings SNIT, 1(October), 22–26.
http://seminar.bsi.ac.id/snit/index.php/snit-2012/article/view/310
https://youtu.be/1gPm-c1wRsQ
Written by:
Nabila Anissa Putrie, Undergraduate Student Chemistry Education at State University of Jakarta, 2020
Get Connected with Me at:
Terima kasih infonya, sangat menarik 👍
BalasHapusbagus sekali, dan sangat bermanfaat :)
BalasHapus